Film Live-Action Kedua ‘Shingeki no Kyojin’ Kembali Dihujani Kritik Pedas
Film keduanya, Shingeki no Kyojin: End of The World akan ditayangkan pada tanggal 19 September mendatang di bioskop-bioskop di Jepang. Tentunya, film tersebut juga akan disiarkan di Indonesia dan diharapkan sudah bisa ditayangkan pada bulan September ini. Namun pada acara advance screening yang dihadiri berbagai macam media dan kritikus di Jepang, salah satu kritikus film Toru Sano ternyata tidak terpukau dengan lanjutan film tersebut.
“Setelah mengungkapkan kebenaran di balik misterinya, selain adegan yang terlalu emosional, film ini bisa dibilang menjadi full action. Namun susah rasanya untuk mengikuti pergerakan kemana orang-orang bergerak, atau kemana mereka bergerak dengan 3D maneuver gear mereka. Jadi, adegan yang menggabungkan efek spesial asli dengan efek visual post-production gagal untuk menghasilkan adegan yang berdampak kuat.”
Sano kemudian mengkritik adegan saat mereka mengantarkan kargo yang berbahaya melewati medan yang tidak rata, “Seharusnya, adegan ini bisa menjadi sesuatu yang mendorong ceritanya ke arah yang lebih baik, namun tidak jelas mereka mau mulai dari mana dan kemana mereka harus pergi… Hal ini sangat tidak efektif bila mereka mencoba menanamkan rasa gawat dan meningkatkan klimaksnya.”
Rangkaian kritik pedas Sano diakhiri dengan ekspresi kecewa yang menganggap sebaiknya film kedua ini tidak usah ada.
“Setidaknya, lebih sedikit adegan membosankan yang ada di film pertamanya… Seharusnya mereka memotong beberapa adegan yang terlalu panjang dari kedua filmnya, dan buat saja satu film yang berdurasi 2 jam saja… Seburuk ituluah film kedua ini.”
Berbeda dengan kebanyakan orang, Sano tidak mengkait-kaitkan kritiknya dengan perbedaan film tersebut dengan source materialnya. Jadi, kritik kali ini benar-benar mengkritik film Shingeki no Kyojin: End of the World secara objektif sebagai film dan bukan sebagai adaptasi cerita asli.
Walaupun saya sendiri cukup menikmati film pertamanya, saya setuju Shikishima memang sedikit konyol dan dipaksakan. Gerakan-gerakan mereka baik saat memakai 3D maneuver gear maupun saat berubah menjadi Titan pun berada di antara “okelah”, “repetitif”, dan “biasa”. Namun bagaimanakah film keduanya dapat mempengaruh pendapat saya atas film pertamanya? Kita tunggu saja tanggal penayangannya.
sumber: Rocketnews
0 komentar: